Sunday, December 14, 2014

KEJAWEN MURNI

Kejawen adalah ajaran spiritual asli leluhur tanah Jawa, yang belum terkena pengaruh budaya luar. Artinya sebelum budaya Hindu dan Budha masuk ke tanah Jawa, para leluhur tanah Jawa sudah mempunyai peradaban budaya yang tinggi.Kenapa demikian, karena terbukti adanya beberapa cara pandang spiritual Kejawen yang tidak ada di budaya Hindu. Adapun yang kita warisi sekarang adalah Kejawen yang telah melalui proses Sinkretisme budaya, hal ini menunjukkan betapa tolerannya para leluhur tanah Jawa dalam menyikapi setiap budaya yang masuk ke tanah Jawa.
Kejawen ( Bahasa Jawa : Kejawèn ) adalah sebuah kepercayaan Agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa.
(Kejawèn iku kapercayan kang dianut wong Jawa kanthi adhedhasar budhaya Jawa. Kaya déné agama kang umumé ana, kapercayan iki diugemi ajaran-ajarané. Ana manéka warna aliran kejawèn sing ana.Ciri utamané agama Kejawèn yaiku anané campuran antarané animisme, agama Hindhu, lan Buddha. Agama Islam lan Kristen uga katon mlebu ing kéné. Dadi bisa disebut yèn kapercayan iki sawijining wujud sinkretisme.Sawijining ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz, naté nulis perkara iki ing buku The Religion of Java. Ing kéné dhèwèké nyebut Kejawèn iku "Agami Jawi".Sadurungé agama Hindhu-Budhha mlebu ing Jawa, kejawèn urip dhéwé lan lagi katon lebur nalika akèh pralambang Jawa mlebu ing kitab-kitan kuna.)
Agama Kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama terorganisir seperti agama Islam atau agama Kristen.
Ciri khas utama agama Kejawen ialah adanya perpaduan antara Animisme, agama Hindu dan Budha. Namun pengaruh agama Islam dan juga Kristen nampak pula. Kepercayaan ini merupakan sebuah kepercayaan Sinkretisme.
Seorang ahli Antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz, pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java. Olehnya Kejawen disebut "Agami Jawi".
Kejawen juga merupakan atau menunjuk pada sebuah etika dan sebuah gaya hidup yang di ilhami oleh pemikiran Jawa. Sehingga ketika sebagian mengungkapkan kejawaan mereka dalam praktik beragama Islam, misalnya seperti dalam Mistisme, pada hakekatnya hal itu adalah suatu karakteristik keanekaragaman religius. Meskipun demikian mereka tetap orang Jawa yang membicarakan kehidupan dalam prespektif Mitologi Wayang, atau menafsirkan shalat lima waktu sebagai pertemuan pribadi dengan Tuhan.Banyak dari merekapun menghormati Slametan (hajatan/berdo'a) sebagai mekanisme integrasi sosial yang penting, atau sangat memuliakan kewajiban menziarahi makam orang tuanya dan leluhur mereka. Lebih dari itu dalam pengertian etika, mereka akan menempa diri sama seriusnya dengan orang Jawa yang mana saja untuk menjadi iklas, yakni ketulusan niat. Ini ada kaitannya dengan pemahaman Jawa untuk Sepi Ing Pamrih, yakni tidak diarahkan oleh tujuan-tujuan egoistik, menempatkan kepetingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri.
Di dalam mengekpresikan budayanya, manusia Jawa amat sangat menghormati pola hubungan yang seimbang, baik dilakukan pada sesama individu, dilakukan pada lingkungan alam dan dilakukan pada Tuhan yang dilambangkan sebagai pusat segala kehidupan di dunia. Masing-masing pola perilaku yang ditunjukkan adalah pola perilaku yang mengutakan keseimbangan, sehingga apabila terjadi sesuatu, seperti terganggu kelangsungan kehidupan manusia di dunia, dianggap sebagai adanya gangguan keseimbangan. Dalam pada itu manusia harus dengan segera memperbaiki ganguan itu, sehingga keseimbangan kembali akan dapat dirasakan. Terutama hubungan manusia dengan Tuhan, di dalam budaya Jawa diekspresikan di dalam kehidupan seorang individu dengan orang tua. Ini dilakukan karena Tuhan sebagai pusat dari segala kehidupan tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat dan hanya dapat dirasakan. Oleh karena penghormatan terhadap Tuhan dilakukan dengan bentuk-bentuk perlambang yang memberikan makna pada munculnya kehidupan manusia di dunia, yaitu orang tua, yang harus dihormati melalui pola Ngawula, Ngabekti dan Ngluhurake tanpa batas waktu.

0 comments:

Post a Comment