Friday, December 12, 2014
JARANAN KEDIRI
Seni jaranan menurut beberapa seniman Kediri memiliki keterkaitan cukup erat dengan wilayah Kediri kuno sebagai pusat peradaban. Keberadaan kesenian terutama jaranan dulunya sempat menjadi simbol kejayaan sebuah daerah sebagai kesenian kerajaan.
Menurut pengamat seni dari Pare, Kediri, Harianto, Kesenian jaranan dipercayai ada sejak sekitar tahun 1041. Atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Dalam legenda Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang Kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak sekali orang yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi.
Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, Kalawraha seorang Adipati dari Pesisir Kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing menuju Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat Singo Ludoyo kalah, rupanya singo Ludoyo memibuat kesepakatan dengan Pujangganom. saat itu Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati permintaan itu Singo Ludoyo. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Ludoyo atau Singo Barong harus mengiring temantennya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Jaranan muncul di Kediri hanya untuk menggambarkan boyongnya Dewi Songgo langit dari Kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Songgo Langit dan Klana Sewandana diarak oleh Singo Barong. Arak-arakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangganom inilah masyarakat Kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
“Jadi ada Korelasi berkesenian yang erat antara masyarakat Kediri dengan jaranannya dan Masyarakat Ponorogo dengan kesenian Reog.” Ujarnya.
Pada perkembangan di era sekarang menurut Harianto, di Kediri terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat dinikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jawa. Jaranan Jawa merupakan salah satu kesenian jaranan yang mengandung unsur magis dalam tariannya. Dimana pada puncaknya penari akan mengalami Trance (kesurupan) dan melakukan aksi berbahaya yang terkadang di luar akal manusia.
Sedangkan Jaranan Dor, Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih mengedepankan kreatifitas gerak dengan iringan musik yang dinamis. Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang digemari, karena dalam penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang bernada diatonis
Nguri-nguri Kabudayan Kediri Nda
0 comments:
Post a Comment