PALU - Hak tenurial atau penguasaan lahan masyarakat di tepian hutan
sudah semestinya mendapatkan perlindungan dan pengakuan atas aksesnya
terhadap sumber daya alam di hutan. Demikian dikatakan, Direktur
Operasional Yayasan Merah Purih, Amran di sela-sela kegiatan kongres
masyarakat Tepian Hutan SulawesiTengah, di kompleks Asrama Haji, Kota
Palu.
Menurut dia, hak tenurial yang dimaksudkan merupakan hak atas tanah
maupun lahan pertanian serta perkebunan di dalam maupun di luar hutan.
Dan lahan tersebut telah dikelola dan dimiliki sejak lama. "Namun pada
realitasnya, hak-hak tenurial masyarakat di sekitar hutan Sulawesi
Tengah, seringkali tidak terlindungi oleh pemerintah. Ini didarkan pada
kenyataan di lapangan, yang ditemukan bahwa hak atas tanah dan sumber
alam, bersifat multidimensi dan belapis-lapis," jelasnya.
Amran mencontohkan, sebanyak 23 unit di Sulteng ditujukan untuk
perluasan pengelolaan hutan di level tapak. Dengan harapan, bahwa
pengelolaan hutan akan lebih terbuka dan lebih responsif terhadap
masyarakat di sekitar hutan. Namun pada kenyataannya proyeksi KPH yang
lebih terbukan dan responsif justru tidak berjalan.
Penyebabnya, kata dia, disebabkan, paradigma di level unit manajemen KPH
yang belum berubah. Hal itu berdampak buruknya relasi yang tercipta
antara pihak pengelola KPA dengan masyarakat sekitar. "Saya mencontohkan
ketegangan yang terjadi di antaranya UPTD KPH Dampelas Tinombo dengan
masyarakat di desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Donggala. Peletakan
batas-batas hutan KPH justru tidak dikonsultasikan dengan masyarakat,
sehingga ada beberapa titik batas hutan diletakkan dalam ladang
pertanian masyarakat setemDat," unekapnva.
UPTD KPH Tinombo Dampelas tidak terelakkan. Di sisi lain, masyarakat
setempat yang ada di sekitar hutan, juga masih lemah posisi tawarnya,
terutama dalam memperjuangkan hak-hak dasar mereka dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam di hutan. "Diperlukan upaya yang progresif
dari kalangan organisasi masyarakat sipil untuk perkuat posisi tawar
masyarakat sekitar huta. Salah satunya dengan mengkonsolidasikan seluruh
elemen gerakan advokasi yang memperjuangkan hak-hak tenurial," sebut
Amran.
Dengan kehadiran putusan MahkamahKonstitusiNomor 35 tahun 2012, pada
bulan Mei 2013 lalu tentang hutan adat dapat menjadi modal hukum dan
politik dalam rangka memperjuangkan hak-hak tenurial masyarakat. "Dengan
kegiatan kongres masyarakatat di tepian hutan dapat menjadi momentum
untuk menyatukan gerakan advokasi berbasis hak.
0 comments:
Post a Comment