Thursday, December 11, 2014

Hak Tenurial Masyarakat Tepian Hutan Minta Dilindungi


PDF Print E-mail
PALU - Hak tenurial atau penguasaan lahan masyarakat di tepian hutan sudah semestinya mendapatkan perlindungan dan pengakuan atas aksesnya terhadap sumber daya alam di hutan. Demikian dikatakan, Direktur Operasional Yayasan Merah Purih, Amran di sela-sela kegiatan kongres masyarakat Tepian Hutan SulawesiTengah, di kompleks Asrama Haji, Kota Palu.
 
Menurut dia, hak tenurial yang dimaksudkan merupakan hak atas tanah maupun lahan pertanian serta perkebunan di dalam maupun di luar hutan. Dan lahan tersebut telah dikelola dan dimiliki sejak lama. "Namun pada realitasnya, hak-hak tenurial masyarakat di sekitar hutan Sulawesi Tengah, seringkali tidak terlindungi oleh pemerintah. Ini didarkan pada kenyataan di lapangan, yang ditemukan bahwa hak atas tanah dan sumber alam, bersifat multidimensi dan belapis-lapis," jelasnya.
 
Amran mencontohkan, sebanyak 23 unit di Sulteng ditujukan untuk perluasan pengelolaan hutan di level tapak. Dengan harapan, bahwa pengelolaan hutan akan lebih terbuka dan lebih responsif terhadap masyarakat di sekitar hutan. Namun pada kenyataannya proyeksi KPH yang lebih terbukan dan responsif justru tidak berjalan.
 
Penyebabnya, kata dia, disebabkan, paradigma di level unit manajemen KPH yang belum berubah. Hal itu berdampak buruknya relasi yang tercipta antara pihak pengelola KPA dengan masyarakat sekitar. "Saya mencontohkan ketegangan yang terjadi di antaranya UPTD KPH Dampelas Tinombo dengan masyarakat di desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Donggala. Peletakan batas-batas hutan KPH justru tidak dikonsultasikan dengan masyarakat, sehingga ada beberapa titik batas hutan diletakkan dalam ladang pertanian masyarakat setemDat," unekapnva.
 
UPTD KPH Tinombo Dampelas tidak terelakkan. Di sisi lain, masyarakat setempat yang ada di sekitar hutan, juga masih lemah posisi tawarnya, terutama dalam memperjuangkan hak-hak dasar mereka dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di hutan. "Diperlukan upaya yang progresif dari kalangan organisasi masyarakat sipil untuk perkuat posisi tawar masyarakat sekitar huta. Salah satunya dengan mengkonsolidasikan seluruh elemen gerakan advokasi yang memperjuangkan hak-hak tenurial," sebut Amran.
 
Dengan kehadiran putusan MahkamahKonstitusiNomor 35 tahun 2012, pada bulan Mei 2013 lalu tentang hutan adat dapat menjadi modal hukum dan politik dalam rangka memperjuangkan hak-hak tenurial masyarakat. "Dengan kegiatan kongres masyarakatat di tepian hutan dapat menjadi momentum untuk menyatukan gerakan advokasi berbasis hak.

0 comments:

Post a Comment