Desa adat mendapat pengakuan pasca ditetapkannya UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa. Salah satu poin penting yang menjadi perhatian adalah
dengan lahirnya UU Desa ini menjadi sebuah regulasi peraturan negara
untuk kepastian hukum yang selama ini diperjuangkan oleh masyarakat adat
itu sendiri.
Dalam UUD 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia (UUD 1945, pasal 18B: 2). Dengan demikian,
sudah sejak lama ada pengakuan atas kesatuan masyarakat adat, namun
secara yuridis belum diatur lebih khusus dalam bentuk perundangan.
Hal ini disampaikan oleh Yando Zakaria Staf Ahli penyusunan Rancangan
Undang-undang Desa DPR-RI. “Sejak lama kesatuan masyarakat adat sudah
terpikirkan, namun regulasinya belum ada. Semangat pengakuan atas
masyarakat adat diantaranya termanifestasi dalam UU Desa Tahun 2014 dan
juga putusan MK 35 tahun 2012,” kata Yando dalam seminar dengan tema
Menjawab tantangan desa dalam perundangan yang sektoral, oleh
Perkumpulan Bantaya, kemarin (3/4) di Palu.
Berangkat dari perlakuan “diskriminatif” oleh negara inilah memacu untuk
dibuat UU Desa, yang salah satu aspek pentingnya diakui dengan bentuk
Desa Adat. Desa Adat diakui apabila memiliki kesatuan masyarakat adat.
Kesatuan masyarakat adat harus memiliki unsur; mempunyai wilayah adat,
pemerintahan adat, benda/harta adat, hukum adat, sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 UU Desa.
Pada aspek implementasinya, Desa Adat juga perlu diatur dalam Peraturan
Daerah. Inilah yang menjadi tanggung jawab sosial bagi pemerintah maupun
organisasi masyarakat sipil untuk mensosialisasikan UU Desa kepada
masyarakat. “Organisasi masyarakat sipil harus menindak lanjuti UU Desa
ini, dengan melakukan sosialisasi, kajian sejarah adat, identifikasi
desa potensial, konsolidasi, dan pemetaan partisipatif,” kata Yando.
Dalam UU desa juga mengakui hak-hak kesatuan masyarakat adat. “Desa Adat
bukan Cuma diakui hak-hak ulayat, tapi juga bisa mengurus dirinya
sendiri,” ujar Yando. Namun, lanjutnya, saya menganggap UU Desa ini
hanya sebatas Deklarasi atas pengakuan kesatuan masyarakat adat oleh
negara. Pada tataran implementasi, UU Desa akan kembali diatur oleh
pemerintah masing-masing daerah.
Yando mengajak kepada OMS untuk rembuk bersama membicarakan tindak
lanjut UU Desa agar diatur dalam Perda masing-masing. “UU Desa menjadi
momentum penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat adat. Hanya saja
UU ini harus diperkuat lagi oleh Perda. Dan teman-teman OMS harus
responsif dengan momentum ini,” ujar Yando.
0 comments:
Post a Comment