"Ki Ageng Suryomentaram yang lahir dan besar dari keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 1892-1962 itu dikenal sebagai tokoh yang mengajarkan ilmu bahagia melalui konsep kawruh jiwa," kata dosen Fakultas Psikolog UGM Hadi Sutarmanto di Yogyakarta, Jumat (14/11/2014).
Meskipun berlatar belakang budaya Jawa, kata dia, ajaran Ki Ageng Suryomentaram diharapkan dapat menjadi cikal bakal lahirnya teori psikologi lokal.
"Ki Ageng Suryomentaram menciptakan teori psikologi Jawa karena ia orang Jawa. Namun, ajarannya bisa menjadi relevan tidak hanya terbatas bagi orang Jawa saja," katanya.
Menurut dia, teori psikologi sebenarnya tidak terbatas pada kewarganegaraan dan letak geografis apalagi etnisitas.
"Meskipun tidak mudah mengembangkan ajaran Ki Ageng Suryomentaram menjadi teori psikologi agar bisa diajarkan di perguruan tinggi, tetapi usaha dari beberapa tenaga pendidik UGM untuk terus mengembangkan psikologi lokal itu selayaknya diapresiasi," katanya.
Ia mengatakan sebagian besar teori psikologi yang diajarkan saat ini di Indonesia lebih berkiblat pada teori psikologi barat yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh psikologi dari bangsa Yahudi.
"Sekitar 87 persen ahli psikologi dunia berlatar belakang Yahudi. Tentu teori yang dikembangkan itu sesuai dengan budaya mereka masing-masing," katanya.
Meskipun demikian, kata Hadi, sumber teori psikologi lokal memang belum banyak diteliti dan dikembangkan. Penelitian psikologi nusantara yang dilakukan psikolog UGM baru dilaksanakan datu dekade terakhir.
"Beberapa buku yang dihasilkan oleh dosen UGM sebelumnya mengenai psikologi Ki Ageng Suryomentaram telah diadopsi oleh Universitas Santo Thomas Filipina, universitas tertua di Asia, sebagai bahan ajar mahasiswa jenjang S-2 dan S-3," katanya.
Menurut dia, penelitian mengenai psikologi Ki Ageng Suryomentaram di kemudian hari diharapkan bisa dijadikan teori psikologi khas Indonesia sehingga pendidikan psikologi UGM bisa menjadi mazhab psikologi nusantara.
"Saya berharap psikologi yang diajarkan tidak lagi dari barat tetapi dari Indonesia sendiri," katanya.
Psikologi UGM Lu'luatul Chizanah mengatakan Ki Ageng Suryomentaram dilahirkan dan dibesarkan di keluarga besar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Meskipun memiliki wawasan agama luas karena gemar membaca, Ki Ageng Suryomentaram tidak pernah berpuas diri sehingga memilih keluar dari keraton dengan menjadi petani di Desa Bringin Salatiga, Jawa Tengah.
"Sepanjang hidupnya Ki Ageng mencurahkan perhatian terhadap masalah kejiwaaan. Ki Ageng melakukan perjalanan spiritualitas dengan pencarian jati diri sehingga mencari makna bahagia," katanya.
Menurut dia, dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram itu bahagia bukan mendapat untung, prestasi atau pengakuan, tetapi "bejo" (beruntung). Salah satu ajaran Ki Ageng Suryomentaram di antaranya memaknai rasa senang dan tidak senang.
"Menurut Ki Ageng Suryomentaram senang atau tidak senang itu bukan fakta tetapi reaksi kita atas fakta. Manusia itu makhluk dengan rasa, meskipun bermacam tetapi dapat diringkas menjadi dua, yakni rasa enak dan tidak enak," katanya.
Ia mengatakan dalam pergaulan seseorang harus mengerti rasa dari yang lain. Ketidakmengertian akan menimbulkan rasa yang tidak enak dan akhirnya timbul perselisihan.
"Oleh karena itu mengerti rasa orang lain maka harus mengerti rasa diri yang menghalanginya," katanya.
0 comments:
Post a Comment